Deteksi Dini Gangguan Pendengaran Pada Anak dan Dewasa

Deteksi Dini Gangguan Pendengaran Pada Anak dan Dewasa

Dr. Noviati Sri Racha, Sp.THT-KL
Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorok – Bedah Kepala Leher, RS St. Antonius Pontianak

Latar Belakang:
Data WHO mengenai angka gangguan pendengaran dan ketulian sungguh mengejutkan, didapati 360 juta (5,3%) penduduk dunia terkena gangguan pendengaran, dan setengahnya (180 juta lebih) berada di Asia Tenggara termasuk Indonesia dengan prevalensi ketulian tinggi yaitu 4,6%. Data Indonesia dari Survei Kesehatan Indra Penglihatan dan Pendengaran (1994-1996) menunjukkan prevalensi penyakit telinga cukup tinggi yaitu 18,5%, gangguan pendengaran 18,6%, ketulian berat 0,4% dengan populasi tertinggi kelompok usia sekolah (7-18 tahun)

Selanjutnya data WHO menyebutkan bayi lahir tuli(tulikongenital) berkisar 1-4 bayi dari 1000 kelahiran. Karena tidak mendengar, bayi-bayi ini berisiko gangguan komunikasi yang berdampak pada turunnya kemampun anak ademik dan kualitas SDM. Jika tidak ditolong maka anak-anak akan menjadi warga terbelakang yang tidak mandiri dan tidak sejahtera.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka Rumah Sakit Umum St. Antonius sebagai pemberi pelayanan kesehatan di Kalimantan Barat berupaya memberikan pelayanan terutama dalam hal melakukan deteksi dini gangguan pendengaran pada bayi dan anak, serta pemeriksaan ganguan pendengaran pada orang dewasa dengan mengunakan tes pendengaran baik yang bersifat subyektif maupun obyektif. Pemeriksaan pendengaran secara obyektif dengan menggunakan alat : Tympanometri, OAE dan BERA/ASSR. Dan alat –alat tersebut sudah tersedia di Rumah Sakit Umum Santo Antonius Pontianak

Prinsip Skrining Pendengaran :
1. Gangguan pendengaran 30 db HL atau lebih pada frekuensi wicara akan mempengaruhi perkembangan wicara dan berbahasa
2. Teknik pemeriksaan pendengaran pada bayi harus mampu mendeteksi gangguan pendengaran pada bayi usia < 3 bulan
3. Saat ini pemeriksaan pendengaran (elektrofisiologi) bayi yang dapat diandalkan : OAE dan BERA/ASSR

Alur Pemeriksaan:
Deteksi Dini Gangguan Pendengaran sesuai dengan yang disarankan oleh Joint Comitte Early Hearing Detection and Intervention:
1. Setiap bayi lahir sebelum usia 3 bulan mendapatkan evaluasi pendengaran
2. Bayi dengan gangguan pendengaran dilakukan intervensi sebelum usia 6 bulan
3. Bayi dengan resiko tinggi dipantau pendengaran secara berkala (tiap 6 bulan) selama 3 tahun.

Evaluasi Pendengaran Pada Bayi dan Anak Secara Obyektif
– Akustik Imitans
– Emisi Otoakustik
– BERA/ASSR

EMISI OTOAKUSTIK / OAE
Fungsi OAE
1. OAE merupakan alat untuk menilai fungsi sel-sel rambut luar koklea (Outer Hair Cell) secara obyektif
2. Dapat diketahui keadaan telinga normal dan telinga yang mengalami gangguan
3. Outer Hair Cell merupakan salah satu komponen koklea yang mudah rusak, misalnya karena obat ototoksik, trauma, penuaan, bakteri dan virus

Penggunaan OAE dibidang klinis, untuk pemeriksaan
I. Setiap bayi lahir sebagai skrening pendengaran
II. Bayi resiko tinggi untuk terjadi gangguan pendengaran :
➤Riwayat gangguan pendengaran herediter
➤Infeksi intra- uterin : TORCH, sifilis, Measles, Rubella
➤ Anomalikranio-fasial termasuk dengan kelainan bentuk daun dan liang telinga
➤ BBLR kurang dari 1500 gram
➤ Hiperbiliribinemia
➤ Pengobatan dengan obat ototoksik
➤ Meningitis bakteri
➤ Apgar score 0-4 dalam 1 menit dan 0-7 dalam 5 menit
➤ Menggunakan ventilasi mekanik selama 5 hari atau lebih
➤ Stigmata yang berhubungan dengan sindrom termasuk tuli sensori dan konduktif
III. Aplikasi Pada orang dewasa
➤ Traumatic Acoustic hearing Loss
➤ Noise Induced Hearing Loss
➤ Ototoxic Hearing Loss
➤ Presbikusis
➤ Sudden Deafness
➤ Tinitus

BERA (Brainstem Evoked Response Audiometri)

Tes BERA/ABR merupakan tes pendengaran yang berifat subyektif, menghasilkan informasi lengkap, dengan memeriksa respon elektrofisiologi saraf pendengaran sampai batang otak dengan memberikan rangsang bunyi (Auditory Evoked Potensial/AEP)
AEP merupakan potensial listrik di otak sebagai akibat rangsangan bunyi, yang dapat direkam dengan electrode yang ada dipermukaan kulit kepala. AEP merupakan respon dalam bentuk gelombang yang menunjukkan fungsi elektrofisiologik bagian tertentu di system saraf sentral sebagai respon terhadap stimulus suara
Prinsip pemeriksaan BERA : menilai respon saraf terhadap rangsang bunyi melalui elektroda.


Aplikasi BERA di bidang Klinis :
1. Untuk diagnostic klinis
2. Menentukan prediksi ambang pendengaran
3. Untuk skrining pendengaran pada bayi dan anak
4. Membantu memperkirakan jenis ketulian
5. Evaluasi saraf auditorius untuk identifikasi kelainan neural N.VIII dan area sekitar jalur pendengaran di batang otak
6. Membantu menentukan letak lesi di sepanjang jaras pendengaran sampai batang otak
7. Tumor (neuroma akustik)